I. PENDAHULUAN
1.1 Tujuan dan Peranan
Kerangka dasar menyajikan konsep yang
mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya.
Tujuan kerangka dasar untuk digunakan sebagai acuan bagi :
a) penyusun
standar akuntansi keuangan syariah, untuk melaksanakan tugas nya
b) penyusun
laporan keuangan, untuk mengatasi masalah akuntansi syariah yang belum diatur
dalam standar akuntansi keungan syariah
c) auditor,
untuk memberikan pendapat apakah laporan keuangan sesuai dengan prinsip
akuntansi syariah
d) para
pemakai laporan keuangan, untuk menafsirkan informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan sesuai dengan akuntansi keuangan syariah.
1.2 Ruang Lingkup
Dalam makalah ini, pembahasan akan
difokuskan kepada kerangka dasar berprinsip persaudaraan (ukhuwah) yang merupakan salah satu prinsip dalam transaksi syariah
yang terdapat dalam Pernyataan Standar Akuntasi Keuangan (PSAK) No. 101 – 108.
1.3 Paradigma Transaksi Syariah
Transaksi syariah berlandaskan pada
paradigma dasar bahwa alam semesta dicipta oleh Tuhan sebagai amanah
(kepercayaan ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia
untuk mencapai kesejahtreraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah).
Paradigma dasar menekankan setiap
aktivitas umat manusia memiliki
akuntabilitas dan nilai illahiah yang menempatkan perangkat syariah dan akhlak
sebagai parameter baik dan buruk, benar dan salahnya aktivitas usaha.
1.4 Asas Transaksi Syariah
Transaksi
syariah berasaskan pada prinsip :
a) Persaudaraan
(uhkhuwah)
Esensinya merupakan nilai universal
yang menata interaksi sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk
kemanfaatan secara umum dengan semangat saling tolong menolong. Transaksi syariah
menjujung tinggi nilai kebersamaan dalam memperoleh manfaat (sharing economics) sehingga seseorang
tidak boleh mendapat keuntungan di atas kerugian orang lain. Ukhuwah dalam
transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum),
saling menolong (ta’awun), saling
menjamin (takaful), saling bersinergi
dan beraliansi (tahaluf).
b) Keadilan
(‘adalah)
Esensinya menempatkan sesuatu yang
hanya pada tempatnya dan memberikan sesuatu hanya pada yang berhak serta
memperlakukan sesuatu sesuai posisinya.
c) Kemaslahatan
(maslahah)
Esensinya merupakan segala bentuk
kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif.
d) Keseimbangan
(tawazun)
Esensinya meliputi keseimbangan
aspek material dan spiritual, aspek privat dan publik, sektor keuangan dan sektor
riil, bisnis dan sosial, dan keseimbangan aspek pemanfaatan dan pelestarian.
e) Universalisme
(syumuliyah)
Esensinya dapat dilakukan oleh, dengan,
dan untuk semua pihak yang berkepentingan (stakeholder)
tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan, sesuai dengan semangat
kerahmatan semesta (rahmatan lil alamin).
II. PEMBAHASAN
2.1
PSAK 101 - PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN SYARIAH
PSAK
No. 101 ini berfungsi untuk mengatur penyajian dan pengungkapan laporan
keuangan untuk tujuan umum (general
purpose financial statements) untuk entitas syariah yang selanjutnya
disebut “laporan keuangan”.Pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan
transaksi dan peristiwa tertentu diatur dalam Pernyatan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK).Berikut terdapat paragraf yang berhubungan dengan prinsip
persaudaraan (uhuwah).
Paragraf
71 :
“Zakat
adalah sebagian dari harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat (muzaki)
untuk diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq).Pembayaran zakat dilakukan
apabila nisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi criteria wajib
zakat.”
Penjelasan
:
Dalam paragraf
71 dijelaskan mengenai zakat. Zakat wajib dikeluarkan oleh umat Islam untuk
membersihkan harta dan diri dari hak-hak orang lain. Dikeluarkannya zakat
berarti telah membantu para pihak (mustahiq)
untuk memenuhi kebutuhannya.Sesuai dengan prinsip persaudaraanyaitu saling
tolong menolong, menjunjung tinggi nilai kebersamaan.Selain itu pemberi dan
penerima zakat merasakan manfaat bersama dari zakat tersebut. Pemberi zakat
merasakan manfaat karena hartanya telah bersih dari kotoran (hak-hak orang
lain) dan harta yang dimiliki akan lebih diberkahi oleh Allah SWT. Sedangkan
penerima zakat merasakan manfaat yaitu bantuan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
2.2
PSAK 102 – AKUNTANSI MURABAHAH
Murabahah
merupakan akad penyediaan barang
berdasarkan prinsip jual beli, dimana bank membelikan kebutuhan barang nasabah
(investasi/modal kerja) dan bank menjual kembali kepada nasabah ditambah dengan
keuntungan yang disepakati.
Ø Rukun
Murabahah :
1.
Subjek (penjual dan pembeli),
2.
Objek, dan
3.
Akad (shighat).
Ø Syarat
Murabahah :
1. Penjual
memberitahu biaya modal kepada nasabah,
2. Kontrak
pertama harus sah sesuai dengan rukun yang diterapkan,
3. Kontrak
harus bebas dari riba,
4. Penjual
harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah
pembelian, dan
5. Penjual
harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya bila
pembelian dlakukan secara hutang.
Dalam akuntansi murabahah terdapat prinsip persaudaraan (ukhuwah) yang esensi nya mempunyai semangat saling tolong menolong
dan tidak boleh mendapat keuntungan diatas kerugian orang lain. Untuk memperkuat
prinsip tersebut, terdapat beberapa paragraf yang berhubungan dengan
persaudaraan.
Paragraf
9 :
“Akad murabahah memperkenankan penawaran harga yang
berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah dilakukan.
Namun jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya ada satu harga (harga
dalam akad) yang digunakan.”
Penjelasan
:
Apabila pembeli menggunakan cara pembayaran secara tunai maka penjual
hanya menjadi perantara antara pembeli dengan dealer tanpa adanya margin yang harus diterima penjual. Tetapi jika
pembeli menggunakan cara pembayaran secara tangguh atau angsuran, maka
pembayaran dilakukan setiap bulan dengan besar angsuran ditentukan oleh
kebijakan penjual dan pembeli sesuai dengan jangka waktunya. Oleh karena itu,
terdapat perbedaan penawaran harga dengan cara pembayaran secara tunai atau
tangguh. Dalam hal ini penjual menerapkan prinsip persaudaraan yaitu saling
tolong menolong(ta’awun) dengan cara
angsuran.
Paragraf
10 :
“Harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga
jual, sedangkan biaya perolehan harus di beritahukan. Jika penjual mendapatkan
diskon sebelum akad murabahah, maka diskon itu merupakan hak pembeli.”
Penjelasan
:
Dalam transaksi murabahah, penjual
harus bersikap jujur tentang harga perolehan suatu barang tanpa mengambil
keuntungan yang terlampau besar. Jadi, ketika akan memutuskan harga suatu
barang, penjual harus memberitahukan tentang biaya perolehan dan diskon (jika
ada). Penjual harus menerapkan transparansasi untuk mendukung prinsip
persaudaraan yaitu seseorang tidak boleh mendapatkan keuntungan di atas
kerugian orang lain.
Paragraf 15 :
“Jika pembeli tidak dapat menyelesaikan piutang murabahah sesuai dengan yang
diperjanjikan, maka penjual dapat mengenakan denda kecuali jika dapat
dibuktikan bahwa pembeli tidak atau belum mampu melunasi disebabkan oleh force
majeur. Denda tersebut didasarkan pada ta’zir yaitu untuk membuat pembeli lebih
disipilin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang
diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai
dana kebajikan”.
Penjelasan
:
Isi dari
paragraf ini adalah bahwa penjual akan memberikan denda kepada pembeli agar
pembeli menjadi lebih disiplin terhadap kewajibannya sedangkan jika kasus nya
adalah karena force majeur maka
penyelesaiannya berbeda karena disebabkan oleh bencana alam yang tidak pernah
diinginkan oleh siapapun. Denda tersebut akan dialokasikan untuk dana kebajikan
yang berfungsi sebagai dana cadangan yang bersifat sosial. Ukhuwah dalam paragraph ini berdasarkan prinsip saling menolong (ta’awun) dan saling memahami (tafahum).
2.3
PSAK 103 - AKUNTANSI SALAM
Salam adalah akad pembelian suatu hasil produksi
(komoditi) untuk pengiriman yang ditangguhkan dengan pembayaran segera sesuai
dengan persyaratan tertentu atau penjualan suatu komoditi untuk pengiriman yang
ditangguhkan dengan pembayaran segera/di muka.
Ø Rukun
Salam :
1. Subjek
: muslam (pembeli) dan muslam ilaih (penjual)
2. Akad
(shighat)
3. Ma'qud
alaih meliputi dua hal yaitu modal/harga dan muslam fiih (barang yang dipesan)
Ø Syarat Salam :
1.
Modal/harga
: harus jelas dan terukur, berapa harga barangnya, berapa uang mukanya dan
berapa lama, sampai pembayaran terakhirnya.
2.
Muslam
fiih (barang yang dipesan) : harus jelas jenis, ciri-cirinya, kualitas dan
kuantitasnya.
Di
dalam PSAK 103 – Akuntansi Salam terdapat beberapa paragraf yang mendukung
tentang prinsip persaudaraan yaitu
Paragraf
7 :
“Spesifikasi dan harga barang pesanan
disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang
pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu akad.Dalam hal bertindak
sebagai pembeli,entitas tidak dapat meminta jaminan kepada penjual untuk
menghindari resiko yang merugikan.”
Penjelasan
:
Sesuai dengan
yang tertulis dalam paragraf 7, pada awal akad telah disepakati mengenai
spesifikasi barang dan harga, oleh karena itu terjadinya akad karena saling
memahami (tafahum) kebutuhan antara
pihak yang berakad. Sesuai dengan prinsip persaudaraan bahwa dalam transaksi
syariah harus berdasarkan pada prinsip saling memahami (tafahum) dan saling bersinergi dan beraliansi (tahaluf). Kedua pihak bersama-sama agar tidak ada yang dirugikan
dan semua pihak yang terlibat merasakan manfaatnya.
Paragraf
10 :
“Transaksi salam dilakukan karena pembeli
berniat memberikan modal kerja terlebih dahulu untuk memungkinkan penjual (produsen)
memproduksi barangnya, barang yang dipesan memiliki spesifikasi khusus, atau
pembeli ingin mendapatkan kepastian dari penjual..Transaksi salam diselesaikan
pada saat penjual menyerahkan barang kepada pembeli.”
Penjelasan
:
Dari paragraf
tersebut adanya manfaat yang dirasakan bersama oleh kedua pihak. Dimana pembeli
menyerahkan uang sebagai modal produsen untuk memproduksi barang yang dipesan. Pembeli
mendapatkan barangnya sesuai perjanjian dan penjual mendapat modal serta keuntungan
dari barang yang dipesan tersebut. Barang yang dipesan terspesifikasi secara
khusus dan pembeli ingin mendapatkan kepastian dari penjual. Uang yang
diserahkan kepada penjual menjadi suatu jaminan bahwa pembeli akan mendapatkan
pesanannya dan penjual akan menepati akad tersebut karena modal telah diberikan
oleh pembeli. Hal ini sesuai dengan asas persaudaraan yang saling menjamin (takaful) dan keduanya mendapatkan
manfaat bersama.
Paragraf
12 :
“Modal
usaha salam dapat berupa kas dan asset non kas. Modal usaha salam dalam bentuk
kas diukur sebesar jumlah yang dibayarkan, sedangkan modal usaha salam dalam
bentuk asset nonkas diukur sebsar nilai wajar. Selisih antara nilai wajar dan
nilai yang tercatat modal usaha nonkas yang diserahkan diakui sebagai
keuntungan atau kerugian pada saat penyerahan modal usaha tersebut.”
Penjelasan
:
Dalam prinsip
persaudaraan ditegaskan bahwa antara pihak yang saling berkaitan harus
mendapatkan manfaat bersama dalam arti tidak ada pihak yang mengambil
keuntungan diatas kerugian orang lain. Dengan perhitungan keuntungan atau
kerugian asset nonkas dapat dianalisa bahwa keuntungan atau kerugian yang terjadi
itu ada secara alamiah dengan tidak saling menipu atau memanipulasi antara
pihak yang berakad, hal imi sesuai dengan asas persaudaraan bahwa saling
menjamin (takaful), saling tolong –
menolong (ta’awun) dan tidak
mengambil manfaat dari satu pihak yang sedang dalam keadaan merugi.
2.4
PSAK 104 – AKUNTANSI ISTISHNA’
Istishna’
adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan
kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan dan penjual. Selain
itu ada juga istishna paralel, yaitu suatu bentuk akad istishna antara pemesan
dan penjual kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada penjual, penjual
memerlukan pihak lain sebagai pembeli.
Ø Rukun Istishna’ :
1. Subjek : shaani’ (produsen atau
penjual) dan mustashni’ (konsumen atau pembeli)
2. Ma’qud ‘alaih (barang yang dipesan)
3. Akad (shighat)
Ø Syarat Istishna’ :
1.
Jenis
barang yang dibuat, macam, kadar, dan sifatnya jelas,
2.
Barang
berlaku muamalat di antara manusia, dan
3.
Tidak
ada ketentuan mengenai tempo penyerahan barang yang dipesan. Apabila
Beberapa
paragraf dalam PSAK 104 – Akuntansi Istishna’ yang bermakna tentang prinsip
persaudaraan adalah
Paragraf
8 :
“Barang
pesanan harus memenuhi kriteria :
1)
Memerlukan
proses pembuatan setelah akad disepakati
2)
Sesuai
dengan spesifikasi pemesanan (customized), bukan produk massal
3)
Harus
diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis,
kualitas, dan kuantitasnya.”
Penjelasan
:
Jadi, di dalam istishna’ terdapat prinsip persaudaraan
yaitu harus ada komunikasi yang pasti antara pembeli dan penjual agar barang
pesanan yang di pesan sesuai dengan barang yang di pesan oleh pembeli. Oleh
karena itu penjual dan pembeli harus menerapkan prinsip saling memahami (tafahum.
Paragraf
12 :
“Pada
dasarnya istishna tidak dapat dibatalkan, kecuali memenuhi kondisi:
1)
Kedua
belah pihak setuju untuk menghentikannya,
2)
Akad
batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang dapat menghalangi pelaksanaan
atau penyelesaian akad.”
Penjelasan
:
Apabila terjadinya
pembatalan akad antara pembeli dan penjual maka kedua pihak harus sepakat. hal
ini dilakukan untuk menjunjung tinggi nilai kebersamaan,tidak ada pihak yang
mengambil keuntungan diatas kerugian pihak lain dalam memperoleh suatu manfaat
dan saling bersinergi dalam penyelesaian akad.
Paragraf
20 :
“Jika
menggunakan metode persentase penyelesaian dan proses pelunasan dilakukan dalam
periode lebih dari satu tahun setelah penyerahan barang pesanan, maka pengakuan
pendapatan dibagi menjadi dua bagian, yaitu
1) Margin keuntungan pembuatan barang
pesanan yang dihitung apabila istishna’ dilakukan secara tunai, diakui sesuai
persentase penyelesaian
2) Selisih antara nilai akad dan nilai
tunai pada saat penyerahan diakui selama periode pelunasan secara proporsional
sesuai dengan jumlah pembayaran.”
Penjelasan
:
Dalam transaksi istishna’
dilakukan pembayaran secara tangguh. Penjual harus menentukan nilai tunai
istishna’ pada saat penyerahan barang pesanan untuk mengetahui margin
keuntungan sehingga tidak terjadi keuntungan di atas kerugian orang lain. Dan
nilai akad dalam istishna’ adalah harga yang disepakati antara penjual dan
pembeli akhir.
2.5
PSAK 105 – AKUNTANSI MUDHARABAH
Mudharabah
adalah
akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama pemilik dana
menyediakan seluruh dana sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak
selaku pengelola, dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai kespakatan
sedangkan kerugian financial hanya ditanggung oleh pemilik dana apabila
kesalahan terjadi murni karena regulasi usaha. Tetapi jika kesalahan/kerugian
disebabkan karena kelalain mudharib maka
kerugian ditanggung oleh mudharib.
Ø Rukun
Mudharabah :
1.
Subjek : pemilik modal (shahibul maal)
dan pengelola dana (mudharib)
2.
Objek
3.
Akad (shighat)
Ø Syarat
Mudharabah :
1.
Modal ditangan pengusaha berstatus
amanah, seperti wakil dalam jual beli,
2.
Pengusaha berhak atas keuntungan sesuai
kesepakatan,
3.
Komponen biaya disepakati sejak awal
akad, dan
4.
Pemilik modal (shahibul maal) berhak atas keuntungan dan menanggung resiko.
Pada
akad mudharabah terdapat prinsip persaudaraan yang pada dasarnya merupakan interaksi
sosial dan harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan umum dengan
semangat saling tolong menolong, menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam
memperoleh manfaat sehingga seseorang tidak boleh mendapat keuntungan diatas
kerugian orang lain.
Paragraf
10
:
“Jika dari pengelolaan dana mudharabah
menghasilkan keuntungan, maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan
pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha
yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana mudharabah
menimbulkan kerugian, mak kerugian financial menjadi tanggungan pemilik dana.”
Penjelasan
:
Terlihat bahwa
dalam mudharabah terdapat nilai
persaudaraan. Dari paragraf diatas, dapat dilihat bahwa terdapat harmonisasi
kepentingan para pihak dari adanya kesepakatan yang terjadi antara pengelola
dana dan pemilik dana tentang nisbah bagi hasil dari dana mudharabah tersebut.
Sehingga kedua pihak akan dapat memperoleh manfaat dan tidak ada pihak yang
mengalami keuntungan diatas kerugian orang lain. Sedangkan apabila mengalami
kerugian, pemilik dana akan menanggung kerugian yang biasanya hanya sebatas
tidak mendapatkan bagi hasil.
Paragraf
15 :
“Dalam investasi mudharabah yang diberikan
dalam asset nonkas dan asset non kas tersebut mengalami penurunan nilai pada
saat atau setelah barang digunakan secara efektif dalam kegiatan usaha
mudharabah maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi
namun diperhitungkan pada saat pembagian hasil.”
Penjelasan
:
Terlihat bahwa
pengelola dana bersifat tolong-menolong terhadap pemilik dana karena kerugian
akan diperhitungkan pada saat bagi hasil dan tidak langsung mengurangi nilai
investasi mudharabah yang mana hal ini bisa saja meringankan kerugian yang
dialami oleh pemilik dana investasi mudharabah tersebut.
Paragraf
35 :
“Jika terjadi kerugian atas investasi, maka
kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal para musytarik.”
Penjelasan
:
Sehingga
terlihat jelas disini bahwa kerugian pada investasi mudharabah ditanggung bersama oleh kedua pihak agar tidak ada pihak
yang merasa dirugikan.Paragraf ini menerapkan prinsip ukhuwah yaitu saling memahami (tafahum)
dan saling tolong menolong (ta’awun).
2.6
PSAK 106 - AKUNTANSI MUSYARAKAH
Musyarakah
adalah
akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi
kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau asset nonkas yang
diperkenankan oleh syariah.
Ø Rukun
Musyarakah :
1.
Subjek (‘aqidani)
2.
Objek (ma’qud alaihi)
3.
Akad (shighat)
4.
Nisbah bagi hasil
Ø Syarat
Musyarakah :
1.
Diperbolehkan untuk menerima atau
mengirimkan wakil untuk bertindak hukum terhadap objek perserikataan sesuai
dengan izin pihak lainnya,
2.
Presentase pembagian keuntungan jelas,
dan
3.
Keuntungan untuk masing-masing pihak
ditentukan sesuai kesepakatan.
Beberapa
paragraf dalam PSAK 104 – Akuntansi Istishna’ yang bermakna tentang prinsip
persaudaraan adalah
Paragraf
7 :
”Karena
setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap mitra dapat
meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan
yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang disengaja
adalah
1) Pelanggaran terhadap akad, antara
lain penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan operasional
; atau
2) Pelaksanaan yang tidak sesuai
dengan prinsip syariah.”
Penjelasan
:
Hubungan antara
tiap mitra harus bisa saling menjamin (takaful)dan
membantu (ta’awun)atas kelalaian atau
kesalahan yang disengaja karena kesalahan yang disengaja itu harus
dipertanggungjawabkan.
Paragraf
9 :
“Keuntungan
usaha musyarakah dibagi diantara para mitra secara proporsional sesuai dengan
dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun asset nonkas) atau sesuai nisbah
yang disepakati oleh para mitra. Sedangkan kerugian dibebankan secara proporsional
sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun asset nonkas).”
Penjelasan
:
Keuntungan musyarakah yang didapatkan harus
proporsional. Prinsip persaudaraan mengajarkan seseorang tidak boleh mendapat
keuntungan diatas kerugian orang lain. Sehingga apabila mendapatkan keuntungan
usaha musyarakah harus di porsikan sesuai dengan dana yang disetorkan atau
sesuai nisbah yang disepakati sedangkan kerugian sesuai dengan dana yang
distorkan.
Paragraf
11 :
“Porsi
jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang
disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad, bukan dari
jumlah investasi yang disalurkan.”
Penjelasan
:
Berbeda dengan
keuntungan hasil musyarakah, kalau bagi hasil porsinya berdasarkan nisbah yang
disepakati bukan dari besar nya dana yang disetorkan. Dalam pendistribusian
bagi hasil harus adanya keseimbangan dan transparansasi karena pada esensi nya
prinsip persaudaraan merupakan nilai universal yang menata interaksi sosial dan
harmonisasi kepentingan para pihak untuk kemanfaatan secara umum dengan
semangat saling tolong-menolong.
2.7
PSAK 107 - AKUNTANSI IJARAH
Ijarah adalah akad pemindahan hak
guna atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang tersebut.
Ø Rukun
Ijarah :
1.
Subjek : mu’jir (pemberi sewa) dan
musta’jir (penyewa)
2.
Objek
3.
Akad (shighat)
Ø Syarat
Ijarah :
1.
Kesepakatan kedua belah pihak untuk
melakukan penyewaan,
2.
Barang yang disewakan tidak termasuk
kategori haram, dan
3.
Harga sewa harus terukur.
Paragraph
7 :
“Pemilik dapat meminta penyewa untuk
menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari resiko kerugian.”
Penjelasan
:
Dalam asas
persaudaraan harus saling menjamin dan tidak ada pihak yang mengambil
keuntungan diatas kerugian orang lain.
Dengan adanya jaminan maka kedua belah pihak akan terjamin mendapat keuntungan
dan manfaat untuk keduanya.
Paragraf
27 :
“Keuntungan
dan kerugian yang timbul dari transaksi jual dan ijarrah tidak dapat diakui
sebagai pengurang atau penambah beban ijarah.”
Penjelasan
:
Keuntungan atau
kerugian yang timbul dari transaksi jual dan ijarah biasanya disebabkan karena
nilai wajar lebih besar dari nilai tercatat atau sebaliknya. Hal tersebut bukan
merupakan kesalahan dari pihak manapun dan sudah menjadi resiko terhadap pihak
yang berakad untuk menanggung itu semua. Karena semua itu terjadi secara alami
bukan direkayasa. Sehingga semua pihak dapat mendapatkan manfaat bersama dan
tidak saling mengambil keuntungan diatas kerugian orang lain.
2.8
PSAK 108 – AKUNTANSI TRANSAKSI ASURANSI SYARIAH
Asuransi Syariah
menurut Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) adalah usaha
saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang, melalui
investasi dalam bentuk aset dan / atau Tabarru’ yang memberikan pola
pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan
syariah.
Dari
pengertian nya sudah sangat jelas bahwa asuransi syariah mengaplikasikan
prinsip persaudaraan (ukhuwah). Ukhuwah
dalam transaksi syariah berdasarkan prinsip saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (ta’awun), saling menjamin (takaful), saling bersinergi dan
beraliansi (tahaluf) dan prinsip
tersebut diaplikasikan pada asuransi syariah.
Untuk
mendukung pernyataan tersebut, di dalam PSAK No. 108 tentang Asuransi Syariah terdapat
beberapa paragraf yang menjelaskan tentang prinsip persaudaraan.
Paragraf
8 :
“Prinsip
dasar dalam asuransi syariah adalah saling tolong menolong (ta’awun) dan saling
menanggung (takafuli) antara sesama peserta asuransi.”
Penjelasan
:
Paragraf ini
jelas mengandung unsur persaudaraan (ukhuwah)
karena didalam asuransi syariah itu sendiri terdapat prinsip persaudaraan yaitu
saling tolong menolong (ta’awun) dan
saling menanggung (takaful).
Paragraf
12 :
”Pembayaran
manfaat asuransi/klaim berasal dari dana peserta kolektif (dana tabarru’)
dimana resiko ditanggung secara bersama antar peserta asuransi.”
Penjelasan
:
Jika salah satu
peserta asuransi mengalami kecelakaan atau kematian yang mengharuskan pihak
asuransi membayar resiko atas musibah tersebut, maka dana yang disalurkan untuk
pihak peserta asuransi tersebut ditanggung bersama antar peserta asuransi,
sehingga dalam kasus ini terdapat prinsip persaudaraan untuk saling tolong
menolong.
Paragraf
15 :
“Dana
tabarru’ yang diterima tidak diakui sebagai pendapatan,karena entitas pengelola
tidak berhak untuk menggunakan dan tersebut untuk keperluannya,tetapi hanya
mengelola dana sebagai wakil para peserta.”
Penjelasan
:
Dalam paragraf
di atas dapat dilhat bahwa entitas pengelola tidak diperkenankan untk
menggunakan dana titipan peserta. Entitas pengelola menjamin akan dana tersebut
aman dan dikelola dengan baik oleh entitas pengelola. Sesuai prinsip asuransi
syariah yaitu tolong – menolong maka tidak boleh ada pihak yang saling memanfaatka
hal tersebut. Peserta asuransi mempercayakan dananya pada entitas pengelola
sehingga pengelola wajib menjamin dan menjaga harmonisasi para pihak.
Paragraf
24 :
“Jika
terjadi defisit underwritting dana tabarru’, maka entitas pengelola wajib
menanggulangi kekurangan tersebut dalam bentuk pinjaman (qardh). Pengembalian qardh
tersebut kepada entitas pengelola berasal dari surplus dana tabarru’ yang akan
datang.”
Penjelasan
:
Dalam paragraf
tersebut dituliskan bahwa entitas pengelola wajib menjamin dana peserta
asuransi. Hal ini sesuai dengan asas persaudaraan bahwa adanya saling
menjamin,karena peserta telah mempercayakan pengelolaan dananya pada entitas
pengelola.
PENUTUP
Kesimpulan
Dalam perkembangannya PSAK sudah menjadi
panduan wajib bagi masyarakat maupun instansi-instansi yang mempelajari,
mengelola, dan menggunakan sistem keuangan. PSAK mendefinisikan dan
mendeskripsikan secara teliti tentang rincian sistem keuangan dan produk-produk
komersial yang digunakan dalam perbangkan syariah.
Dalam makalah ini, kami menjabarkan
beberapa PSAK yang tujuannya untuk mencari unsur ukhuwah yang terdapat dalam
PSAK nomor 101 - 108. PSAK tersebut adalah
1. PSAK
101- Penyajian Laporan Keuangan Syariah
2. PSAK
102- Akuntansi Murabahah
3. PSAK
103- Akuntansi Salam
4. PSAK
104- Akuntansi Istishna’
5. PSAK
105- Akuntansi Mudharabah
6. PSAK
106- Akuntansi Musyarakah
7. PSAK
107- Akuntansi Ijarah
8. PSAK
108- Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah
Ukhuwah
dalam islam adalah lebih dari sekedar persaudaraan, ukhuwah itu bukan berjalan
seperti gunting, meski lurus tapi memisahkan yang menyatu. Ukhuwah berjalan
seperti jarum, meski menusuknya menyakitkan, namun menyatukan yang terpisah. Ukhuwah
bukan hanya untuk bersenang-senang, tetapi saling mengingatkan dan menegur
dengan jujur saat lupa, menguatkan saat rapuh, mendampingi saat terhempas.
Ukhuwah bukan saling menopang saat gundah, tapi saling berbagi dalam canda,
saling menguatkan dalam cita dan bersama dalam perjuangan. Ia indah, karena ia
hadir bagi orang-orang yang rela berpeluh payah dalam penantian menggapai
jannah.
Oleh
karena itu sebaiknya apa yang sudah tertulis di dalam PSAK nomor 101 – 108
hendaknya unsur ukhuwah/persaudaraan direalisasikan dalam penyusunan laporan
keuangan dan kehidupan sehari – hari. Jika prinsip – prinsip islam telah
diterapkan diharapkan tidak ada lagi kecurangan, korupsi, manipulasi data, dan
lain – lain. Karena sesungguhnya Allah SWT senantiasa mengawasi manusia tanpa
terlewat sedikitpun.
DAFTAR
PUSTAKA
BUKU :
IAI,
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan,
Cetakan Kedua. Jakarta : Graha Akuntan, April 2009
Purnamasari,
Irma Devita dan Suswinarno. Akad Syariah.
Bandung : Mizan Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar