Kamis, 27 Juni 2013

Asas Transaksi Syariah - Kemaslahatan


PENDAHULUAN

Akuntansi merupakan suatu cabang ilmu yang sangat vital penggunaanya baik dalam lingkup mikro maupun secara makro. Oleh sebab itu kebutuhan akan suatu patokan atau acuan dalam akuntansi harus dibuat yang bermanfaat dalam pembentukan standar kegiatan akuntansi. Yang dirangkum dan dirumuskan oleh para ahli akuntansi yang disebut pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK). Hal-hal yang dibahas didalam psak menyangkut perbankan konvensional maupun syariah yang menjeleskan mengenai setiap transaksi atau produknya mengacu pada PSAK. Namun didalam makalah ini kami akan membahas PSAK yang mengatur khusus transaksi, akad dan hal-hal yang berkaitan dengan standar akuntasi syariah dimana dalam PSAK tersebut mengacu pada asas-asas diantaranya asas keadilan, asas persaudaraan, asas kemaslahatan, asas keseimbangan dan asas universalisme. Akan tetapi  dalam makalah ini penulis akan mengupas kajian PSAK 101-108 (tentang syariah) yang berkonsentrasi hanya pada asas kemaslahatan.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)

PSAK 101 : Penyajian Laporan Keuangan Syariah

Komponen Laporan Keuangan
1)      Neraca
Entitas syariah harus mengungkapkan informasi mengenai jumlah setiap aset yang akan diterima dan kewajiban yang akan dibayarkan sebelum dan sesudah 12 (dua belas) bulan dari tanggal neraca.
Dalam hal ini berarti nasabah mengetahui segala hal, baik biaya yang akan dikeluarkan maupun aset yang akan bertambah. Tidak boleh ada unsur ketidaktahuan dari nasabah apalagi tadlis. Jika kedua belah pihak sama-sama mengetahui semua hal dalam kesepakatan maka tidak akan ada yang merasa dirugikan, ini bertujuan demi kemaslahatan bersama.
2)      Laporan laba rugi
Jika terdapat pendapatan non-halal maka pendapatan tersebut tidak boleh disajikan di dalam laporan laba rugi entitas syariah maupun laba rugi konsolidasian entitas konvesional yang mengkonsolidasikan entitas syariah. Informasi pendapatan non-halal tersebut disajikan dalam laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan.
 Di dalam kegiatan ekonomi  syariah, baik perjanjian, transaksi, dana harus sesuai dengan prinsip syariah. Tidak boleh ada unsur bunga di dalamnya karena bersifat non-halal. Terdapat dalam PSAK 101: “penerimaan non-halal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank umum konvensional. Penerimaan non-halal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh entitas syariah karena secara prinsip dilarang.” Jika ada unsur non-halal maka tidak bisa mencapai  kemaslahatan. Karena untuk mencapai maslahat semua aspek harus sesuai kaidah.
3)      Laporan arus kas
4)      Laporan perubahan ekuitas
5)      Laporan sumber dan penggunaan dana zakat
Entitas syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana zakat sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:
a)      Dana zakat berasal dari wajib zakat (muzzaki):
       (i)     Zakat dari dalam entitas syariah
       (ii)   Zakat dari pihak luar entitas syariah
b)      Penggunaan dana zakat melalui lembaga amil zakat untuk:
       (i)    Fakir
       (ii)   Miskin
      (iii)     Riqab
      (iv)    Orang yang terlilit hutang (gharim)
      (v)      Muallaf
      (vi)    Fisabilillah
      (vii)   Orang yang dalam perjalanan (ibnu sabil), dan
     (viii)    Amil
c)      Kenaikan atau penurunan dana zakat
d)     Saldo awal dana zakat, dan
e)      Saldo akhir dana zakat
Zakat adalah sebagian dari harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat (muzzaki) untuk diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat dilakukan apabila nisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria wajib zakat.
 Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi islam karena zakat merupakan salah satu implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi islam. Tujuan zakat adalah mencapai keadilan sosial ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si miskin. Zakat dapat mensejahterakan diri sendiri dan orang lain karena zakat mensucikan harta dan jiwa muzzaki dan mengangkat derajat fakir miskin.
 6)      Laporan sumber dana penggunaan dana kebajikan
Entitas menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan sebagai komponen utama laporan keuangan, yang menunjukkan:
a)      Sumber dana kebajikan berasal dari penerimaan:
      (i)     Infaq
      (ii)    Sedekah
      (iii)   Hasil pengelolaan wakaf sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
      (iv)   Pengembalian dana kebajikan produktif
      (v)      Denda, dan
      (vi)    Pendapatan non-halal
b)      Penggunaan dana kebajikan untuk:
      (i)      Dana kebajikan produktif
      (ii)    Sumbangan, dan
     (iii)     Penggunaan lainnya untuk kepentingan umum
c)      Kenaikan atau penurunan sumber dana kebajikan
d)     Saldo awal dana penggunaan dana kebajikan, dan
e)      Saldo akhir dana penggunaan dana kebajikan
penerimaan non-halal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank umum konvensional. Penerimaan non-halal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh entitas syariah karena secara prinsip dilarang.

      PSAK 102 Akuntasi Murabahah 

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah. Dalam murabahah, bank syariah dapat bertindak sebagai penjual dan pembeli. Sebagai penjual apabila bank syariah menjual barang kepada nasabah, sedangkan sebagai pembeli apabila bank syariah membeli barang kepada supplier untuk dijual kepada nasabah.

PSAK No.102 Paragraf 6, “ murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan. Penjual melakukan pembekian barang setelah ada pemesanan”. Bank membeli barang sesuai dengan spesifikasi barang yang telah diberitahukan oleh pembeli da pembelihan ini harus sah dan bebas dari riba.

PSAK No.102 paragraf 10 , “harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual, sedangkan biaya perolehan harus diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon sebelum akan murabahah, maka diskon itu merupan hak pembeli” bank menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 

PSAK No. 102 Paragraf 16,”Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan piutang murabahah jika pembeli:
a. melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu
b. melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang telah disepakati.
PSAK No. 102 Paragraf 29, “Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai akad dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dai kebajikan” . Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).
 
*   PSAK 103 - Akuntansi Salam
Salam adalah perjanjian jual-beli suatu barang antara pemilik barang dengan pembeli, di mana pembeli membayar barang itu dengan serta merta dan pemilik barang menangguhkan penyerahan barang tersebut sampai waktu tertentu.
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan pengiriman di kemudian hari oleh muslam illaihi (penjual) dan pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat tertentu.

PSAK No. 103 Paragraf 8, “ Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat, maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya”. Adapun ketentuan barang : harus jelas ciri-ciri barangnya dan dapat diakui sebagai hutang, harus dapat dijelaskan spesifikasinya.

PSAK No. 103 Paragraf 9, “Alat pembayaran harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa kas, barang, atau manfaat. Pelunasan harus dilakukan pada saat akad disepakati dan tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang penjual atau penyerahan piutang pembeli dari pihak lain.

PSAK No. 103 Paragraf 14, “Denda yang diterima oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan”

PSAK No. 103 Paragraf 15, “Pembeli dapat mengenakan denda kepada pejual. Denda hanya boleh dikenakan kepada penjual yang mampu menyelesaikan kewajibannya tetapi sengaja tidak melakukannya. Hal ini tidak berlaku bagi penjual yang mampu menunaikan kewajiban karena force majeur. Denda dikenakan jika penjual lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai akad, dan denda yang diterima diakui sebagai dana kebajikan”. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat penjual lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).

*      PSAK 104 - AKUNTANSI ISTISHNA’

Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli; mustashni’) dan penjual (pembuat; shani’).
Istishna’ paralel adalah suatu bentuk akad istishna’ antara pemesan dengan penjual, kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada pembeli, penjual memerlukan pihak lain sebagai pembuat/shani’.
Dalam konsep kemashlahatan yang esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat, yaitu harus memenuhi dua unsur, kepatuhan syariah (halal) dan bermanfaat serta membawa kebaikan dalam semua aspek yang tidak menimbulkan kemudharatan.
Berdasarkan konsep kemashlahatan, dalam akuntansi istishna tertera pada psak 104 paragraf  8 “Barang pesanan harus memenuhi criteria: a) memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati, b) sesuai dengan spesifikasi pemesan, bukan produk missal, c) harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi jenis, spesifikasi teknis kualitas dan kuantitasnya”. Dari pernyataan tersebut dapat kita lihat bahwa terdapat kesepakatan ketentuan mengenai barang yang akan dipesan, sehingga kedua belah pihak akan memperoleh manfaat. Pembeli mendapatkan barang yang sesuai keinginannya dan penjual mendapatkan keuntungan atas hasil penjualan barang tersebut.
Selain itu tertera juga pada paragraf 17 “Pendapatan istishna’ diakui dengan metode persentase penyelesaian atau metode akad selesai. Akad selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan diserahkan kepada pembeli”. Dapat dilihat bahwa penjual baru akan menerima pendapatannya bersamaan dengan barang pesanan selesai, terdapat kemashlahatan sesuai dengan unsure kepatuhan syariah. Karena jika penjual menerima pembayaran dalam kondisi barang belum diserahkan kepada pembeli maka dapat dikatakan pendapatannya diragukan karena tidak terlihat apa yang dia jual sedangkan pembelinya aja belum menerima apapun.

*      PSAK 105 - AKUNTANSI MUDHARABAH

Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
Dalam konsep kemashlahatan yang esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat, yaitu harus memenuhi dua unsure, kepatuhan syariah (halal) dan bermanfaat serta membawa kebaikan dalam semua aspek yang tidak menimbulkan kemudharatan.
            Seperti yang tertera pada PSAK 105 paragraf 10 “Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan, maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan kerugian, maka kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik dana”. Terlihat bahwa dilakukannya akad mudharabah yaitu untuk memperoleh nisbah atas kegiatan usaha yang dilakukan antara pemilik dana dan pengelola usaha, dan nisbah tersebut dibagi atas bagi hasil usaha, sehingga sama-sama memberi manfaat bagi keduanya dan akad berjalan sesuai syariah islam dengan cara bagi hasil.
            Terdapat pula di paragraf 28 “Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip yaitu bagi laba atau bagi hasil”. Pernyataan tersebut sesuai dengan kepatuhan syariah dengan membagi keuntungan berdasarkan kesepakatan hasil yang diperoleh pada akhir usaha.
            Paragraf 31 “Jika pengelola dana juga menyertakan dana dalam mudharabah musytarakah, maka penyaluran dana milik pengelola dana tersebut diakui sebagai investasi mudharabah”. Dapat dilihat bahwa pengelola dana juga dapat mengakui penyaluran dananya sebagai investasi, sehingga dapat membawa manfaat pula bagi pengelola dana.


*      PSAK 106 - AKUNTANSI MUSYARAKAH

Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedagkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dalam Islam, setiap transaksi atau kegiatan muamalah haruslah menerapkan beberapa prinsip antara lain prinsip keadilan, persaudaraan, keseimbangan dan kemashlahatan. Di dalam akuntansi Musyarakah sendiri terdapat prinsip kemashlahatan (kesejahteraan) dimana prinsip tersebut menganjurkan para pelaku transaksi untuk tidak menetapkan porsi keuntungan secara sepihak dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari yang lain. Prinsip kemashlahatan dalam akuntansi Musyarakah ini dibuktikan dalam PSAK 102 tentang Akuntansi Musyarakah paragraph 9 yang berbunyi “Keuntungan usaha musyarakah dibagi di antara para mitra secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para mitra. Sedangkan kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dana yang disetorkan”, paragraf ini menunjukkan bahwa setiap kerugian dalam usaha tersebut ditanggung bersama-sama. Mitra yang memperoleh keuntungan yang lebih besar dari yang lain akan menanggung kerugian yang lebih besar pula. Selain itu, dibuktikan juga pada paragraph 11 yang berbunyi “Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad, bukan dari jumlah investasi yang disalurkan”, ini membuktikkan bahwa kesejahteraan para mitra dalam suatu usaha sangat diperhatikan. Islam tidak menginkan jika ada pihak yang merasa dirugikan.

*      PSAK 107 – AKUNTANSI IJARAH

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu asset dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan asset itu sendiri. Sewa yang dimaksud adalah sewa operasi (operating lease). Seperti transaksi lain, dalam transaksi Ijarah pun tak lupa menerapkan prisip kemashlahatan (kesejahteraan). Ini dibuktikan di dalam PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah paragraf 8 yang berbunyi ”Spesifikasi objek ijarah, misalnya jumlah, ukuran, dan jenis, harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad”, ini bertujuan agar pemilik ataupun penyewa tidak melakukan kebohongan yang menyebabkan kerugian salah satu pihak. Selain itu, pembuktian atas prinsip kemashlahatan terdapat pula pada paragraf 18 yang berbunyi ”Biaya perbaikan objek ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut dapat dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas persetujuan pemilik”. Perbaikan objek Ijarah tentu saja masih menjadi tanggungan pemilik, karena akad Ijarah hanya memindahkan manfaat barang tersebut tanpa terjadi pemindahan kepemilikan, sangat tidak adil apabila perbaikan objek Ijarah  ditanggung oleh penyewa bukan pemilik objek.

 *      PSAK 108 – ASURANSI SYARIAH

“Asuransi Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah orang, melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah” Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi / premi yang mereka bayar yang digunakan untuk membayar klaim atas musibah yang dialami oleh peserta yang lain.

Konsep Asuransi Syariah
Dalam Asuransi Syariah ada istilah Tabarru’ yang merupakan sumbangan (dalam definisi Islam = Hibah – Dana Kebajikan). Ada beberapa perbedaan istilah antara Asuransi Syariah dengan asuransi konvensional.
Pada Asuransi Syariah peserta asuransi melakukan risk sharing (berbagi risiko) dengan peserta yang lainnya. Sementara pada asuransi konvensional, para peserta melakukan risk transfer (transfer risiko) kepada perusahaan asuransi. Maka, jika nasabah Asuransi Syariah mengajukan klaim, dana klaim berasal dari rekening tabarru’ (kebajikan) seluruh peserta. Berbeda dengan klaim asuransi konvensional yang berasal dari perusahaan asuransinya.
Di dalam asuransi yang dijalankan suatu perusahaan atau institusi terdapat prinsip-prinsip kemaslahatan. Kemaslahatan untuk anda ketahui adalah esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi. Material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan yang diakui harus memenuhi dua unsure yakni kepatuhan syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan yang tidak menimbulkan kemudharatan. Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus harus memenuhi unsur-unsur ketetapn bemuamalah yaitu pemeliharan terhadap:
A)    Akidah, keimanan, dan ketakwaan.
B)    Akal (aql)
C)    Keturunan (nasl)
D)    Jiwa dan keselamatan (nafs) dan
E)     Harta benda (mal)
Prinsip kemaslahatan yang ada di asuransi yaitu dibuktikan dalam psak 108 pasal :
04. Transaksi asuransi syariah lazimnya dilakukan oleh entitas asuransi syariah. Entitas asuransi syariah yang dimaksud adalah sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Entitas asuransi syariah, terdiri dari antara lain asuransi umum syariah, asuransi jiwa syariah, reasuransi syariah, dan unit usaha syariah dari entitas asuransi.

KESIMPULAN
Dalam setiap kegiatan akuntansi harus mengutamakan prinsip kemashlahatan (mashlahah) yang esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan ukhrawi. Kemashlahatan harus memenuhi dua unsure, yakni kepatuhan syariah (halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan, dan tidak menimbulkan kemudharatan. Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus harus memenuhi unsur-unsur ketetapn bemuamalah yaitu pemeliharan terhadap:
A)    Akidah, keimanan, dan ketakwaan.
B)    Akal (aql)
C)    Keturunan (nasl)
D)    Jiwa dan keselamatan (nafs) dan
E)     Harta benda (mal)









Tidak ada komentar:

Posting Komentar