PENDAHULUAN
Akuntansi
merupakan suatu cabang ilmu yang sangat vital penggunaanya baik dalam lingkup
mikro maupun secara makro. Oleh sebab itu kebutuhan akan suatu patokan atau
acuan dalam akuntansi harus dibuat yang bermanfaat dalam pembentukan standar
kegiatan akuntansi. Yang dirangkum dan dirumuskan oleh para ahli akuntansi yang
disebut pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK). Hal-hal yang dibahas
didalam psak menyangkut perbankan konvensional maupun syariah yang menjeleskan
mengenai setiap transaksi atau produknya mengacu pada PSAK. Namun didalam
makalah ini kami akan membahas PSAK yang mengatur khusus transaksi, akad dan
hal-hal yang berkaitan dengan standar akuntasi syariah dimana dalam PSAK
tersebut mengacu pada asas-asas diantaranya asas keadilan, asas persaudaraan,
asas kemaslahatan, asas keseimbangan dan asas universalisme. Akan tetapi dalam makalah ini penulis akan mengupas
kajian PSAK 101-108 (tentang syariah) yang berkonsentrasi hanya pada asas
kemaslahatan.
Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK)
PSAK 101 : Penyajian Laporan Keuangan Syariah
Komponen Laporan Keuangan
1) Neraca
Entitas
syariah harus mengungkapkan informasi mengenai jumlah setiap aset yang akan
diterima dan kewajiban yang akan dibayarkan sebelum dan sesudah 12 (dua belas)
bulan dari tanggal neraca.
Dalam hal ini berarti
nasabah mengetahui segala hal, baik biaya yang akan dikeluarkan maupun aset
yang akan bertambah. Tidak boleh ada unsur ketidaktahuan dari nasabah apalagi
tadlis. Jika kedua belah pihak sama-sama mengetahui semua hal dalam kesepakatan
maka tidak akan ada yang merasa dirugikan, ini bertujuan demi kemaslahatan
bersama.
2) Laporan
laba rugi
Jika terdapat
pendapatan non-halal maka pendapatan tersebut tidak boleh disajikan di dalam
laporan laba rugi entitas syariah maupun laba rugi konsolidasian entitas
konvesional yang mengkonsolidasikan entitas syariah. Informasi pendapatan
non-halal tersebut disajikan dalam laporan sumber dan penggunaan dana
kebajikan.
Di dalam kegiatan
ekonomi syariah, baik perjanjian,
transaksi, dana harus sesuai dengan prinsip syariah. Tidak boleh ada unsur
bunga di dalamnya karena bersifat non-halal. Terdapat dalam PSAK 101:
“penerimaan non-halal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai
dengan prinsip syariah antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal
dari bank umum konvensional. Penerimaan non-halal pada umumnya terjadi dalam
kondisi darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh entitas syariah karena
secara prinsip dilarang.” Jika ada unsur non-halal maka tidak bisa mencapai
kemaslahatan. Karena untuk mencapai maslahat semua aspek harus sesuai kaidah.
3) Laporan
arus kas
4) Laporan
perubahan ekuitas
5) Laporan
sumber dan penggunaan dana zakat
Entitas
syariah menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana zakat sebagai komponen
utama laporan keuangan, yang menunjukkan:
a) Dana
zakat berasal dari wajib zakat (muzzaki):
(i)
Zakat dari dalam
entitas syariah
(ii)
Zakat dari pihak luar
entitas syariah
b) Penggunaan
dana zakat melalui lembaga amil zakat untuk:
(i)
Fakir
(ii)
Miskin
(iii)
Riqab
(iv)
Orang yang terlilit
hutang (gharim)
(v)
Muallaf
(vi)
Fisabilillah
(vii)
Orang yang dalam
perjalanan (ibnu sabil), dan
(viii)
Amil
c) Kenaikan
atau penurunan dana zakat
d) Saldo
awal dana zakat, dan
e) Saldo
akhir dana zakat
Zakat adalah
sebagian dari harta yang wajib dikeluarkan oleh wajib zakat (muzzaki) untuk
diserahkan kepada penerima zakat (mustahiq). Pembayaran zakat dilakukan apabila
nisab dan haulnya terpenuhi dari harta yang memenuhi kriteria wajib zakat.
Zakat merupakan salah
satu ciri dari sistem ekonomi islam karena zakat merupakan salah satu
implementasi asas keadilan dalam sistem ekonomi islam. Tujuan zakat adalah
mencapai keadilan sosial ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari
bagian dengan ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si
miskin. Zakat dapat mensejahterakan diri sendiri dan orang lain karena zakat
mensucikan harta dan jiwa muzzaki dan mengangkat derajat fakir miskin.
6) Laporan
sumber dana penggunaan dana kebajikan
Entitas
menyajikan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan sebagai komponen utama
laporan keuangan, yang menunjukkan:
a) Sumber
dana kebajikan berasal dari penerimaan:
(i)
Infaq
(ii)
Sedekah
(iii) Hasil pengelolaan wakaf
sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku
(iv)
Pengembalian dana
kebajikan produktif
(v)
Denda, dan
(vi)
Pendapatan non-halal
b) Penggunaan
dana kebajikan untuk:
(i) Dana kebajikan
produktif
(ii) Sumbangan, dan
(iii)
Penggunaan lainnya
untuk kepentingan umum
c) Kenaikan
atau penurunan sumber dana kebajikan
d) Saldo
awal dana penggunaan dana kebajikan, dan
e) Saldo
akhir dana penggunaan dana kebajikan
penerimaan non-halal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank umum konvensional. Penerimaan non-halal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh entitas syariah karena secara prinsip dilarang.
penerimaan non-halal adalah semua penerimaan dari kegiatan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah antara lain penerimaan jasa giro atau bunga yang berasal dari bank umum konvensional. Penerimaan non-halal pada umumnya terjadi dalam kondisi darurat atau kondisi yang tidak diinginkan oleh entitas syariah karena secara prinsip dilarang.
PSAK 102 Akuntasi Murabahah
Murabahah
adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan
(margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Murabahah dapat dilakukan
berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan,
bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah. Dalam
murabahah, bank syariah dapat bertindak sebagai penjual dan pembeli. Sebagai
penjual apabila bank syariah menjual barang kepada nasabah, sedangkan sebagai
pembeli apabila bank syariah membeli barang kepada supplier untuk dijual kepada
nasabah.
PSAK
No.102 Paragraf 6, “ murabahah dapat dilakukan
berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan.
Penjual melakukan pembekian barang setelah ada pemesanan”. Bank membeli barang
sesuai dengan spesifikasi barang yang telah diberitahukan oleh pembeli da
pembelihan ini harus sah dan bebas dari riba.
PSAK No.102 paragraf 10 , “harga yang disepakati dalam murabahah adalah harga jual, sedangkan
biaya perolehan harus diberitahukan. Jika penjual mendapatkan diskon sebelum
akan murabahah, maka diskon itu merupan hak pembeli” bank menjual barang
tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga beli plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok
barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
PSAK No. 102 Paragraf 16,”Penjual boleh memberikan potongan pada saat pelunasan piutang murabahah
jika pembeli:
a. melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu
b. melakukan pelunasan pembayaran lebih cepat dari waktu yang telah
disepakati.
PSAK No. 102 Paragraf 29, “Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai
akad dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dai kebajikan” . Denda
tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk membuat nasabah lebih
disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai dengan yang diperjanjikan
dalam akad dan dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana sosial
(qardhul hasan).
PSAK 103 - Akuntansi Salam
Salam adalah perjanjian jual-beli suatu barang
antara pemilik barang dengan pembeli, di mana pembeli membayar barang itu
dengan serta merta dan pemilik barang menangguhkan penyerahan barang tersebut
sampai waktu tertentu.
Salam adalah akad jual beli muslam fiih (barang pesanan) dengan
pengiriman di kemudian hari oleh muslam illaihi (penjual) dan pelunasannya
dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan syarat-syarat
tertentu.
PSAK No. 103 Paragraf 8, “ Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang
meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan
harus sesuai dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan
penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat, maka penjual
harus bertanggung jawab atas kelalaiannya”. Adapun ketentuan barang : harus
jelas ciri-ciri barangnya dan dapat diakui sebagai hutang, harus dapat
dijelaskan spesifikasinya.
PSAK No. 103 Paragraf 9, “Alat pembayaran harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa kas,
barang, atau manfaat. Pelunasan harus dilakukan pada saat akad disepakati dan
tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang penjual atau penyerahan piutang
pembeli dari pihak lain.
PSAK No. 103 Paragraf 14, “Denda yang diterima oleh pembeli diakui sebagai bagian dana kebajikan”
PSAK No. 103 Paragraf 15, “Pembeli dapat mengenakan denda kepada pejual. Denda hanya boleh
dikenakan kepada penjual yang mampu menyelesaikan kewajibannya tetapi sengaja
tidak melakukannya. Hal ini tidak berlaku bagi penjual yang mampu menunaikan kewajiban karena force majeur. Denda dikenakan jika penjual lalai dalam
melakukan kewajibannya sesuai akad, dan denda yang diterima diakui sebagai dana
kebajikan”. Denda tersebut didasarkan pada pendekatan ta’zir yaitu untuk
membuat penjual lebih disiplin terhadap kewajibannya. Besarnya denda sesuai
dengan yang diperjanjikan dalam akad dan dana yang berasal dari denda
diperuntukkan sebagai dana sosial (qardhul hasan).
PSAK
104 - AKUNTANSI ISTISHNA’
Istishna
adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria
dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli; mustashni’)
dan penjual (pembuat; shani’).
Istishna’
paralel adalah suatu bentuk akad istishna’ antara pemesan dengan penjual,
kemudian untuk memenuhi kewajibannya kepada pembeli, penjual memerlukan pihak
lain sebagai pembuat/shani’.
Dalam
konsep kemashlahatan yang esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan
manfaat, yaitu harus memenuhi dua unsur, kepatuhan syariah (halal) dan
bermanfaat serta membawa kebaikan dalam semua aspek yang tidak menimbulkan
kemudharatan.
Berdasarkan
konsep kemashlahatan, dalam akuntansi istishna tertera pada psak 104 paragraf 8 “Barang pesanan harus memenuhi criteria:
a) memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati, b) sesuai dengan spesifikasi
pemesan, bukan produk missal, c) harus diketahui karakteristiknya secara umum
yang meliputi jenis, spesifikasi teknis kualitas dan kuantitasnya”. Dari
pernyataan tersebut dapat kita lihat bahwa terdapat kesepakatan ketentuan
mengenai barang yang akan dipesan, sehingga kedua belah pihak akan memperoleh
manfaat. Pembeli mendapatkan barang yang sesuai keinginannya dan penjual
mendapatkan keuntungan atas hasil penjualan barang tersebut.
Selain
itu tertera juga pada paragraf 17
“Pendapatan istishna’ diakui dengan metode persentase penyelesaian atau metode
akad selesai. Akad selesai jika proses pembuatan barang pesanan selesai dan
diserahkan kepada pembeli”. Dapat dilihat bahwa penjual baru akan menerima
pendapatannya bersamaan dengan barang pesanan selesai, terdapat kemashlahatan
sesuai dengan unsure kepatuhan syariah. Karena jika penjual menerima pembayaran
dalam kondisi barang belum diserahkan kepada pembeli maka dapat dikatakan
pendapatannya diragukan karena tidak terlihat apa yang dia jual sedangkan pembelinya
aja belum menerima apapun.
PSAK
105 - AKUNTANSI MUDHARABAH
Mudharabah
adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik
dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana)
bertindak selaku pengelola dan keuntungan dibagi diantara mereka sesuai
kesepakatan, sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana.
Dalam
konsep kemashlahatan yang esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan
manfaat, yaitu harus memenuhi dua unsure, kepatuhan syariah (halal) dan
bermanfaat serta membawa kebaikan dalam semua aspek yang tidak menimbulkan
kemudharatan.
Seperti yang tertera pada PSAK 105
paragraf 10 “Jika dari pengelolaan dana mudharabah menghasilkan keuntungan,
maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan
berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama
periode akad. Jika dari pengelolaan dana mudharabah menimbulkan kerugian, maka
kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik dana”. Terlihat bahwa
dilakukannya akad mudharabah yaitu untuk memperoleh nisbah atas kegiatan usaha
yang dilakukan antara pemilik dana dan pengelola usaha, dan nisbah tersebut
dibagi atas bagi hasil usaha, sehingga sama-sama memberi manfaat bagi keduanya
dan akad berjalan sesuai syariah islam dengan cara bagi hasil.
Terdapat pula di paragraf 28 “Bagi
hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip yaitu bagi laba
atau bagi hasil”. Pernyataan tersebut sesuai dengan kepatuhan syariah dengan
membagi keuntungan berdasarkan kesepakatan hasil yang diperoleh pada akhir
usaha.
Paragraf 31 “Jika pengelola dana
juga menyertakan dana dalam mudharabah musytarakah, maka penyaluran dana milik
pengelola dana tersebut diakui sebagai investasi mudharabah”. Dapat dilihat bahwa
pengelola dana juga dapat mengakui penyaluran dananya sebagai investasi,
sehingga dapat membawa manfaat pula bagi pengelola dana.
PSAK
106 - AKUNTANSI MUSYARAKAH
Musyarakah
adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu,
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedagkan kerugian berdasarkan porsi
kontribusi dana. Dalam Islam, setiap transaksi atau kegiatan muamalah haruslah
menerapkan beberapa prinsip antara lain prinsip keadilan, persaudaraan,
keseimbangan dan kemashlahatan. Di dalam akuntansi Musyarakah sendiri terdapat
prinsip kemashlahatan (kesejahteraan) dimana prinsip tersebut menganjurkan para
pelaku transaksi untuk tidak menetapkan porsi keuntungan secara sepihak dengan
tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari yang lain. Prinsip
kemashlahatan dalam akuntansi Musyarakah ini dibuktikan dalam PSAK 102 tentang
Akuntansi Musyarakah paragraph 9 yang berbunyi “Keuntungan usaha musyarakah
dibagi di antara para mitra secara proporsional sesuai dengan dana yang
disetorkan atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para mitra. Sedangkan
kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dana yang disetorkan”, paragraf
ini menunjukkan bahwa setiap kerugian dalam usaha tersebut ditanggung
bersama-sama. Mitra yang memperoleh keuntungan yang lebih besar dari yang lain
akan menanggung kerugian yang lebih besar pula. Selain itu, dibuktikan juga
pada paragraph 11 yang berbunyi “Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra
ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh
selama periode akad, bukan dari jumlah investasi yang disalurkan”, ini
membuktikkan bahwa kesejahteraan para mitra dalam suatu usaha sangat
diperhatikan. Islam tidak menginkan jika ada pihak yang merasa dirugikan.
PSAK
107 – AKUNTANSI IJARAH
Ijarah
adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu asset dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan asset
itu sendiri. Sewa yang
dimaksud adalah sewa operasi (operating lease). Seperti transaksi lain, dalam transaksi Ijarah pun tak
lupa menerapkan prisip kemashlahatan (kesejahteraan). Ini dibuktikan di dalam
PSAK 107 tentang Akuntansi Ijarah paragraf 8 yang berbunyi ”Spesifikasi objek
ijarah, misalnya jumlah, ukuran, dan jenis, harus jelas diketahui dan tercantum
dalam akad”, ini bertujuan agar pemilik ataupun penyewa tidak melakukan
kebohongan yang menyebabkan kerugian salah satu pihak. Selain itu, pembuktian
atas prinsip kemashlahatan terdapat pula pada paragraf 18 yang berbunyi ”Biaya
perbaikan objek ijarah merupakan tanggungan pemilik. Perbaikan tersebut dapat
dilakukan oleh pemilik secara langsung atau dilakukan oleh penyewa atas
persetujuan pemilik”. Perbaikan objek Ijarah tentu saja masih menjadi
tanggungan pemilik, karena akad Ijarah hanya memindahkan manfaat barang
tersebut tanpa terjadi pemindahan kepemilikan, sangat tidak adil apabila
perbaikan objek Ijarah ditanggung oleh
penyewa bukan pemilik objek.
PSAK 108
– ASURANSI SYARIAH
“Asuransi
Syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di antara sejumlah
orang, melalui investasi dalam bentuk aset dan / atau Tabarru’ yang memberikan
pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai
dengan syariah” Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Asuransi
Syariah adalah sebuah sistem di mana para peserta mendonasikan sebagian atau
seluruh kontribusi / premi yang mereka bayar yang digunakan untuk membayar
klaim atas musibah yang dialami oleh peserta yang lain.
Konsep Asuransi Syariah
Dalam
Asuransi Syariah ada istilah Tabarru’ yang merupakan sumbangan (dalam definisi
Islam = Hibah – Dana Kebajikan). Ada beberapa perbedaan istilah antara Asuransi
Syariah dengan asuransi konvensional.
Pada Asuransi
Syariah peserta asuransi melakukan risk sharing (berbagi risiko) dengan peserta
yang lainnya. Sementara pada asuransi konvensional, para peserta melakukan risk
transfer (transfer risiko) kepada perusahaan asuransi. Maka, jika nasabah
Asuransi Syariah mengajukan klaim, dana klaim berasal dari rekening tabarru’
(kebajikan) seluruh peserta. Berbeda dengan klaim asuransi konvensional yang
berasal dari perusahaan asuransinya.
Di dalam
asuransi yang dijalankan suatu perusahaan atau institusi terdapat
prinsip-prinsip kemaslahatan. Kemaslahatan untuk anda ketahui adalah esensinya
merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi dan
ukhrawi. Material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan
yang diakui harus memenuhi dua unsure yakni kepatuhan syariah (halal) serta
bermanfaat dan membawa kebaikan (thayib) dalam semua aspek secara keseluruhan
yang tidak menimbulkan kemudharatan. Transaksi syariah yang dianggap
bermaslahat harus harus memenuhi unsur-unsur ketetapn bemuamalah yaitu
pemeliharan terhadap:
A) Akidah,
keimanan, dan ketakwaan.
B) Akal
(aql)
C) Keturunan
(nasl)
D) Jiwa
dan keselamatan (nafs) dan
E) Harta
benda (mal)
Prinsip kemaslahatan yang ada di
asuransi yaitu dibuktikan dalam psak 108 pasal :
04.
Transaksi asuransi syariah lazimnya dilakukan oleh entitas asuransi syariah.
Entitas asuransi syariah yang dimaksud adalah sebagaimana yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan
yang
berlaku. Entitas asuransi syariah, terdiri dari antara lain asuransi umum
syariah, asuransi jiwa syariah, reasuransi syariah, dan unit usaha syariah dari
entitas asuransi.
KESIMPULAN
Dalam setiap
kegiatan akuntansi harus mengutamakan prinsip kemashlahatan (mashlahah) yang
esensinya merupakan segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi
dan ukhrawi. Kemashlahatan harus memenuhi dua unsure, yakni kepatuhan syariah
(halal) serta bermanfaat dan membawa kebaikan, dan tidak menimbulkan
kemudharatan. Transaksi syariah yang dianggap bermaslahat harus harus memenuhi
unsur-unsur ketetapn bemuamalah yaitu pemeliharan terhadap:
A) Akidah,
keimanan, dan ketakwaan.
B) Akal
(aql)
C) Keturunan
(nasl)
D) Jiwa
dan keselamatan (nafs) dan
E) Harta
benda (mal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar